Apakah politik bagian dari Islam ?? Pertanyaan ini begitu banyak dipertanyakan
oleh banyak pihak. Sehingga menimbulkan pro dan kontra dalam menanggapinya
antara politik dan Islam. Bahkan ada juga pihak lain yang mempertanyakan antara
politik dan dakwah.
Islam bukan sekadar di
masjid. Bukan hanya puasa, shalat, haji dan ibadah yang hanya ritual saja.
Namun, Islam merupakan sistem hidup yang menyeluruh (syumul) yang
aturan-aturannya berkaitan dengan semua aspek dan bidang kehidupan manusia.
Artinya, Islam mengajarkan baik ritual, spiritual dan moral dan hal yang lain
dalam kehidupan. “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah Islam secara
kaffah (menyeluruh) dan janganlah kamu mengikut jejak syaitan, sesungguhnya
(syaitan itu) adalah musuh yang jelas bagi kamu” [Al-Baqarah: 208]
Pertama, sebelum diangkat sebagai nabi dan rasul,
Muhammad ber-tahanuts di Gua Hira. Namun, setelah dipilih sebagai utusan Allah,
Beliau langsung diperintahkan untuk memberikan peringatan di tengah-tengah
masyarakat mulai dari keluarga terdekat dan kawan-kawannya. Nabi saw. pun
menyebarkan dakwah di tengah-tengah mereka. Beliau bergerak di masyarakat.
Kedua, Rasulullah saw. melakukan pemantapan
akidah. Sejak awal, Nabi saw. Memproklamirkan: Lâ ilâha illâ Allâh, Muhammad
Rasûlullâh. Dengan syahadat tersebut berarti tidak ada yang wajib disembah,
diibadahi dan dipatuhi selain Allah. Menaati Allah haruslah dengan mengikuti
utusan-Nya, Muhammad saw. Jadi, syahadat merupakan pengingkaran terhadap
thâghût. Ini merupakan deklarasi politik. Karenanya, dapat dipahami mengapa Abu
Jahal dan Abu Lahab, misalnya, tidak mau mengucapkannya. Bukan tidak bisa,
melainkan mereka tahu apa isi kandungan dan konsekuensinya: kekuasaan mereka
untuk menetapkan hukum hilang; hak mereka menetapkan baik-buruk, benar-salah,
dan terpuji-tercela yang selama ini mereka miliki pun tidak ada lagi. Semuanya
harus ditetapkan oleh wahyu.
Ketiga, dakwah Nabi saw. menyerukan pengurusan
masyarakat (ri‘âyah syu’ûn al-ummah). Ayat-ayat Makiyyah banyak mengajari
akidah seperti takdir, hidayah dan dhalâlah (kesesatan), rezeki, tawakal kepada
Allah, dll. Ratusan ayat berbicara tentang Hari Kiamat (kebangkitan manusia
dari kubur, pengumpulan manusia di padang mahsyar, pahala dan dosa, surga dan
neraka, dll); tentang pengaturan terkait akhirat seperti nasihat dan bimbingan,
membangkitkan rasa takut terhadap azab Allah, serta memberikan semangat untuk
terus beramal demi menggapai ridla-Nya.
Selain itu, ratusan ayat
al-Quran dan hadits di Makkah dan Madinah diturunkan kepada Nabi tentang
pengaturan masyarakat di dunia. Misal: jual-beli, sewa-menyewa, wasiat, waris,
nikah dan talak, taat pada ulil amri, mengoreksi penguasa sebagai seutama-utama
jihad, makanan dan minuman, pencurian, hibah dan hadiah kepada penguasa,
pembunuhan, pidana, hijrah, jihad, dll. Semua ini menegaskan bahwa apa yang
didakwahkan Nabi saw. bukan hanya persoalan ritual, spiritual dan moral. Dakwah
Nabi saw. berisi juga tentang hal-hal pengurusan masyarakat. Artinya, dilihat
dari isinya dakwah Rasulullah saw. juga bersifat politik.
Keempat, Rasulullah melakukan pergulatan pemikiran.
Pemikiran dan pemahaman batil masyarakat Arab kala itu dikritisi. Terjadilah
pergulatan pemikiran. Akhirnya, pemikiran dan pemahaman Islam dapat
menggantikan pemikiran dan pemahaman lama. Konsekuensinya, hukum-hukum yang
diterapkan di masyarakat pun berubah.
Rasulullah saw. dengan
al-Quran menyerang kekufuran, syirik, kepercayaan terhadap berhala,
ketidakpercayaan akan Hari Kebangkitan, anggapan Nabi Isa as. sebagai anak
Tuhan, dll. Hikmah, nasihat, dan debat secara baik terus dilakukan oleh Nabi
saw. Al-Quran mengabadikan hal ini:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ
رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ
أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Serulah manusia ke jalan
Tuhanmu dengan hikmah (argumentasi yang kuat) dan nasihat yang baik serta
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah Yang
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia pula yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS an-Nahl [16]:125).
Jelas, ini merupakan
aktivitas politik karena merupakan aktivitas ri‘âyah syu’ûn al-ummah, mengurusi
urusan rakyat.
Kelima, para pembesar Quraisy banyak menzalimi rakyat,
kasar, menghambur fitnah, dan banyak bersumpah tanpa ditepati. Rasulullah saw.
dengan tegas menyerang mereka karena kesombongan dan penentangan mereka. Di
antara pembesar yang diserang langsung oleh Beliau adalah Abu Lahab dan
istrinya (Ummu Jamil). Sementara itu, Walid bin Mughirah diserang dengan
menyebutkan ciri, perilaku, dan tindakannya terhadap masyarakat. Misalnya, Nabi
saw. menyerang Walid dengan ayat:
وَلَا تُطِعْ كُلَّ
حَلَّافٍ مَهِينٍ، هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ، مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ
أَثِيمٍ، عُتُلٍّ بَعْدَ ذَلِكَ زَنِيمٍ، أَنْ كَانَ ذَا مَالٍ وَبَنِينَ، إِذَا
تُتْلَى عَلَيْهِ ءَايَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ، سَنَسِمُهُ عَلَى
الْخُرْطُومِ
Janganlah kamu ikuti
setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari
menghambur fitnah, yang sangat enggan berbuat baik, yang melampaui batas lagi
banyak dosa, yang kaku (kasar), selain dari itu yang tidak diketahui siapa
bapaknya karena dia mempunyai banyak harta dan anak. Apabila dibacakan
kepadanya ayat-ayat Kami (Allah), ia berkata, “Ini adalah dongengan orang-orang
terdahulu.” Kelak akan Kami beri tanda di belalainya (hidungnya). (QS al-Qalam
[68]: 10-16).
Selain itu, Nabi saw.
menyampaikan wahyu dari Allah yang berisi pembongkaran terhadap tipudaya para
penguasa Quraisy itu (QS ath-Thariq [86]: 15-17; al-Anfal [8]: 30). Semua ini
merupakan perjuangan politik. Arahnya adalah menghentikan kezaliman pembesar
terhadap rakyatnya, seraya menyerukan Islam sebagai keadilan yang
menggantikannya.
Keenam, Nabi saw. menentang hubungan-hubungan
rusak di masyarakat dan menyerukan Islam sebagai gantinya. Pada saat itu,
kecurangan dalam takaran dan timbangan sudah merupakan hal lumrah dalam
jual-beli. Rasulullah menentang keras sistem masyarakat seperti ini (QS
al-Muthaffifin [83]: 1-6).
Sistem masyarakat yang
diterapkan penguasa/pembesar kala itu membiarkan pembunuhan terhadap anak-anak
karena takut miskin, khawatir tidak terjamin makan dan kehidupannya. Rasul saw.
justru berteriak lantang bahwa tindakan tersebut adalah dosa besar. Beliau
menyerukan: tidak perlu takut dan khawatir miskin karena Allahlah yang mengatur
rezeki. Perzinaan pun merajalela. Di tengah masyarakat yang mengagungkan
pergaulan bebas itu, Nabi saw. mencela perzinaan. Beliau juga menentang keras
pembunuhan yang ketika itu merupakan kebiasaan masyarakat yang dilegalkan oleh
hukum penguasa. Perilaku para pembesar yang biasa mengambil harta anak yatim
ditentang habis-habisan. Kebiasaan rakyat dan penguasa yang sering tidak
memenuhi janji pun dilawannya; diluruskan. Lalu diserukan perubahan semua itu
dengan syariah Islam (QS al-Isra’ [17]: 31-34).
Jelas, Rasul saw.
bergerak di tengah masyarakat, membela kepentingan mereka, menentang aturan dan
sistem yang rusak, serta mendakwahkan ajaran Islam sebagai gantinya. Semua ini
merupakan aktivitas politik.
Ketujuh, setelah berhijrah dari Makkah ke Madinah,
Beliau mendirikan institusi politik berupa negara Madinah. Beliau langsung
mengurusi urusan masyarakat. Misal: dalam bidang pendidikan Beliau menetapkan
tebusan tawanan Perang Badar dengan mengajari baca-tulis kepada sepuluh orang
kaum Muslim pertawanan. Dalam masalah pekerjaan Nabi saw. mengeluarkan
kebijakan dengan memberi modal dan menyediakan lapangan pekerjaan berupa
pencarian kayu bakar untuk dijual (HR Muslim dan Ahmad). Nabi saw. pernah
menetapkan kebijakan tentang lebar jalan selebar tujuh hasta (HR al-Bukhari).
Beliau juga mengeluarkan kebijakan tentang pembagian saluran air bagi pertanian
(HR al-Bukhari dan Muslim). Begitulah, Nabi saw. sebagai kepala pemerintahan telah
memberikan arahan dalam mengurusi masalah rakyat.
Secara langsung,
Rasulullah saw. menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai penulis (kâtib) setiap
perjanjian dan kesepakatan, Harits bin Auf sebagai pemegang stempel kepala
negara (berupa cincin) Nabi saw., Muaiqib bin Abi Fatimah sebagai pendata
rampasan perang (ghanîmah), Hudzaifah bin Yaman sebagai kepala pusat statistik
hasil buah-buahan di Yaman, dll.
Berdasarkan perilaku
dakwah Nabi saw. dan para Sahabatnya di atas, jelaslah, dakwah Beliau tidak
sekadar mencakup ritual, spiritual dan moral. Dakwah Beliau juga bersifat
politik, yakni mengurusi urusan umat dengan syariah. Karenanya, dakwah Islam
haruslah diarahkan seperti yang dilakukan Beliau. Politik tidak dapat dan tidak
boleh dipisahkan dari Islam.
0 komentar:
Posting Komentar