Menarik
sekali mencermati setiap jejak kehidupan Beliau. Dalam diamnya, ada hikmah
kesabaran. Disetiap tebasan pedangnya ada arti perjuangan dan kerja keras tak
kenal lelah. Begitupun dalam pernikahannya. Beliau tak sekedar menebar cinta.
Ada motif lain yang ingin diraih. Tentu morif ini dalam rangka memperkokoh
dakwah Islam.

Pertama,
sebagai penghargaan Rasulullah atas semangat jihad Khadijah dalam menciptakan
ghirah (semangat) dan keteguahan pada diri Rasulullah. Khadijah adalah orang
pertama yang berislam sekaligus menjadi penolong Rasulullah saat banyak orang
yang mengingkari risalah yang dibawanya.
Kedua,
saat itu al marhalah attasyri'iyah (periode perundang-undangan) belum dimulai.
Lain halnya saat periode itu tiba, terutama saat Rasulullah telah hijrah ke
Madinah. Sebagian besar undang-undang diterapkan oleh Rasulullah di dalam
rumahnya. Maka penyampai dan penerjemah yang terbaik atas undang-undang
tersebut adalah para istri Rasulullah. Jadi tepatlah jika Rasulullah memilih
lagkah untuk berpoligami. Selain itu saat Rasulullah menikahi Khadijah,
musuhnya masih sebatas orang Quraisy dan belum meliputi suku lain di Arab.
Jika
kita juga cermat mengamati, Rasulullah menjatuhkan pilihannya pada banyak tipe
wanita. Rasulullah pernah memilih anak-anak yang masih sering bermain boneka.
Ada juga dari kalangan wanita yang sudah tua. Juga mempersunting wanita yang
bapaknya adalah musuh bebuyutan Rasulullah. Dilain waktu Beliau mempersunting
wanita, anak dari orang yang sangat mengaguminya. Ada hikmah dari
pilihan-pilihan Rasulullah itu. Beliau ingin mencontohkan kepada umatnya,
bagaimana cara memanjakan beragam tipe manusia.
Koalisi
cinta yang bernuansa politik, semakin kental terlihat saat setelah Rasulullah
memproklamirkan berdirinya negara Islam di Madinah. Rasulullah memepersunting
beberapa wanita. Jelas tak sekedar kepentingan cinta. Tapi ada kepentingan
politik. Ada budaya dikalangan orang Arab. Mereka berkewajiban menjaga dan
melindungi siapa pun yang menikahi wanita dari kalangannya. Merujuk dari
situlah Rasulullah menikahi wanita dari berbagai suku. Untuk meredam dan
meringankan perlawanan dan permusuhan terhadap dakwah Islam.
Jadi
jelas pernikahan yang dilakukan oleh Rasulullah dalam rangka meraih
kemaslahatan yang lebih besar. Bukan sekedar kemaslahatan pribadi, namun lebih
dari itu, kemaslahatan Islam dan umatnya. Juga ditujukan untuk semakin
memperluas gerak dakwah dan memperkuat sendi-sendi negara Islam.
Inilah
model koalisi cinta sejati. Kebermanfaatannya tidak sekedar dirasa oleh kedua
mempelai. Namun mampu membawa kemaslahatan kepada orang banyak. Terlebih,
kepada Islam. Koalisi cinta, yang terwarnai kepentingan politik, yaitu
mempertahankan sistem yang ada tentu wajar adanya. Nah pertanyaannya sekarang
sistem apa yang ingin dipertahankan oleh koalisi cinta dan politik itu? Jika
yang dimaksud adalah sistem demokrasi-sekuler yang ada saat ini tentu koalisi
itu berbahaya. Karena justru akan memperkuat sistem yang telah terbukti tidak
pernah mensejahterakan Indonesia. Bahkan membawa Indonesia pada jurang
keterpurukan yang lebih dalam.
Lain
perkara jika koalisi cinta dan politik itu bertujuan untuk menegakkan sistem
Islam. Koalisi model ini harus didukung bahkan diusahakan. Karena sejarah telah
membuktikan, aturan Islam sukses menyejahterakan dunia. Apalagi banyak dalil
dalam Quran dan sunah yang mewajibkan secara tegas untuk mengatur seluruh sendi
kehidupan dengan aturan Islam. Mulai dari pemerintahan, ekonomi, sosial budaya,
bahkan sampai hal sekecil masuk kamar mandi pun wajib taat pada aturan Islam.
Bagaimana
dengan koalisi cinta Ibas dan Aliya? Akankah berujung pada koalisi politik?
Waktulah yang akan menjawabnya. Namun jika koalisi cinta itu berujung pada
koalisi politik dengan tetap melanggengkan sistem demokrasi-sekuler yang ada
saat ini, sama saja. Tidak banyak mafaat yang bisa diambil darinya. Justru
koalisi itu akan memperpanjang penderitaan rakyat. Dan riak-riak itu sudah
mulai terlihat. Seharusnya pemimpin negeri ini punya empati terhadap rakyatnya.
Rasanya kurang etis mempertontonkan kemewahan ditengah rakyat yang masih menderita.
Pemimpinnya berpesta pora, rakyatnya menjerit kelaparan.
Akhirnya
sudah waktunya kita mengeluarkan bangsa ini dari kungkungan sistem demokrasi
yang tidak pernah menyejahterakan ini. Caranya adalah dengan mejadikan
perjuangan menegakkan syariat Islam sebagai agenda perjuangan utama umat Islam.
Jika ingin berkoalisi cinta dan politik, teladanilah Rasulullah. Berkoalisi
untuk memuluskan jalan dakwah, menuju tegaknya kembali kemulian Islam
0 komentar:
Posting Komentar