“Cinta kita pada dakwah inilah yang akhirnya membuat energi kita selalu besar, selalu ada, dan terus ada untuk memperjuangkan dakwah kita,” [Cahyadi Takariawan]
Alhamdulillah, ikhwah, dakwah kita saat ini sedang berada
dalam kondisi transisi, transisi dari satu tahapan satu ke tahapan yang lain.
Transisi dari mihwar muassasi ke mihwar dauli. Maka untuk menuju mihwar yang
lebih luas tersebut, dimana tantangan yang kita hadapi akan semakin kompleks,
dibutuhkan profil – profil seorang negarawan sejati. Ketika kita mengingkan
mihwar daulah, maka mental kita harus dirubah, menjadi memiliki mental daulah,
seorang rijaluddaulah.
Ikhwah, ada satu kisah menarik yang ingin saya
sampaikan kepada antum semua, yaitu tentang energi cinta dalam dakwah ini.
Energi cinta kita dalam dakwah inilah yang membuat kita sampai saat ini masih
tetap istiqomah untuk terus membersamai dakwah. Energi cinta itulah yang
menjadi daya penguat kita sehingga kita bisa tetap eksis berada dalam kereta
dakwah ini, meskipun terpaan angin, rintangan, halangan itu terus saja
menghalangi kita, tetapi hal itu justru membuat kita makin kuat saja dalam
dakwah ini, dan hal itu karena satu hal. Kita begitu mencintai dakwah ini.
Akan tetapi, setelah saya merenung, ternyata ini
adalah bentuk jihad kita untuk senantiasa bersabar atas segala sesuatu yang
kita alami. Begitu pun ketika mobil yang saya tumpangi tersebut berhasil
menyalip truk besar tersebut, ada kelegaan sedikit, tetapi setelah berhasil
menyalip, akan ada truk-truk besar lagi yang berada didepan kita. terus
seperti itu.
Energi yang tiada terputus
Kalau kita umpamakan perjalanan Jogja-Semarang
tersebut adalah tentang dakwah ini, kita pun akan mengambil satu kesimpulan
bahwa, setelah kita menyelesaikan suatu urusan, kita harus siap dengan urusan
selanjutnya. Atau bisa kita analogikan, setelah kita berhasil menaklukkan satu
badai, akan muncul badai-badai selanjutnya yang lebih kuat, lebih besar, dan
menuntut daya dan ketegaran kita dalam menaklukkan badai tersebut.
Ikhwah, begitulah dakwah kita saat ini. Di
masa-masa dakwah yang terus bersemi dan berkembang menuju puncaknya, justru
badai – badai akan semakin kuat dan besar menghalangi laju kereta dakwah kita.
maka butuh satu kekuatan, maka butuh energi yang tiada terputus untuk
menguatkan kita dalam membersamai dakwah ini. Maka energi yang tiada terputus
itu adalah rasa cinta kita pada dakwah ini. Cinta kita pada dakwah inilah yang
akhirnya membuat energi kita selalu besar, selalu ada, dan terus ada untuk
memperjuangkan dakwah kita.
Seni mencintai dakwah
Ikhwah, ada satu peristiwa yang mungkin ini adalah
bagian yang semakin menguatkan tekad saya untuk terus istiqomah dan mencintai
dakwah ini. Satu peristiwa tersebut adalah ketika saya diamanahi menjadi Ketua
Wilda Sulawesi, suatu ketika menyaksikan betapa ikhwah yang berada di daerah
dengan kondisi yang minimalis, baik kadernya maupun infrastuktur dakwahnya,
ternyata hal tersebut tak menghalangi niatnya untuk berdakwah. Mereka begitu
tulus bekerja dan mendakwahkan Islam di daerahnya. Mereka tak terlalu peduli
urusan di pusat, karena yang mereka pikirkan adalah mengelola daerahnya masing
– masing, mampu memberikan efek dakwah Islam kepada obyek dakwah di daerahnya.
Dahsyat, inilah yang saya maksud dengan seni
mencintai dakwah itu. Mereka mencintai dakwah ini sehingga dari sikap yang
begitu mencintai dakwah, maka Allah Azza Wa Jalla anugerahkan energi yang tiada
terputus itu, meskipun mungkin fisik terbatas, sarana terbatas, akan tetapi
ketika energi cinta yang tiada terputus kepada dakwah ini terus membara, maka
hal tersebut sudah cukup untuk memenangkan dakwah ini.
Maka ikhwah, mari kita mencintai dakwah ini,
dimanapun, kapanpun, bersama siapapun kita berada. Insyaallah energi kita tidak
akan pernah habis dan terputus. Semoga istiqomah.
Wallahua’lam.
Taujih
ini disampaikan Ustadz Cahyadi Takariawan saat memberikan arahan kepada Tim
Wilda Jatijaya (Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta) di Semarang, Sabtu
(06/10).
0 komentar:
Posting Komentar